BAB I
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Masyarakat (sebagai terjemahan
istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi
tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara
individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah
masyarakat adalah suatu jaringan hubungan- hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang
interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat
digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
Masyarakat (society) merupakan
istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang tinggal
bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan
antara berbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang
dibuat atau tidak dibuat oleh kumpulan orang itu.Masyarakat merupakan subjek
utama dalam pengkajian sains sosial.Sehingga banyak sekali perbedaan-perbedaan
yang kita temui tentang masyarakat di suatu wilayah yang satu dengan yang
lainnya Contoh: masyarakat desa dengan kota yang memiliki ketergantungan yang
berbeda sesuai dengan kondisi dan struktur masyarakatnya tersebut,apalagi
dilihat dari tingkat kemajuan dan potensi SDM nya tentu sangat berbeda.
Maka dari itu kami sebagai penulis
ingin membuat makalah ini dengan judul :”Perbedaan Masyarakat Desa dan
Kota”.semoga makalah yang penulis buat dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi orang lain yang membaca makalah ini.
I.2
Maksud dan Tujuan.
Adapun Maksud dan tujuan dalam
penulisan makalah yang penulis buat yaitu:
-Maksud dari penulisan makalah ini
adalah : Setidaknya penulis bisa memahami tentang bagaimana perkembangan setiap
masyarakat yang berbeda wilayah,sesuai dengan kondisi alam dan letak
geografisnya masing-masing.
-Tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1. Agar
dapat mengetahui letak perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan perkotaan.
2. Memahami
karakteristik yang terjadi diantara masyarakat pedesaan dan perkotaan
TUJUAN
1. Memahami pengertian masyarakat
perkotaan dan masyarakat pedesaan
2. Mengetahui ciri-ciri dari
masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan
3. Mengetahui perbedaan antara
masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan
4. Mengetahui hubungan yang terjadi
antara masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan
5. Memahami pengertian urbanisasi
dan urbanisme
6. Mengetahui faktor penarik dan
pendorong laju urbanisasi
7. Menjelaskan cara penanggulangan
laju urbanisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.I. Definisi Masyarakat
Dalam Bahasa Inggris disebut
Society, asal katanya Socius yang berarti “kawan”. Kata “Masyarakat” berasal
dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Adanya saling bergaul ini
tentu karena ada bentuk–bentuk akhiran hidup, yang bukan disebabkan oleh
manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur–unsur kekuatan lain dalam
lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
A. Masyarakat Pedesaan (masyarakat
tradisional)
a) Pengertian desa/pedesaan
Yang dimaksud dengan desa menurut
Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan
hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.
Menurut Bintaro, desa merupakan
perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik dan kultur yang
terdapat di tempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara
timbal balik dengan daerah lain.
Sedang menurut Paul H. Landis: Desa
adalah penduduknya kurang dari 2.500
jiwa. Dengan ciri ciri sebagai
berikut:
a.Mempunyai pergaulan hidup yang
saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b.Ada pertalian perasaan yang sama
tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c.Cara berusaha (ekonomi) adalah
agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam seperti: iklim,
keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah
bersifat sambilan.
Dalam kamus sosiologi kata
tradisional dari bahasa Inggris,Tradit ion artinya Adat istiadat dan
kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang
ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung
kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain di antara unsur- unsurnya,
yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem
kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban,
persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat,
kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004
disebutkan pengertian desa sebagai: kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dari defenisi tersebut, sebetulnya
desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa
merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia.
Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak
dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa
ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
Memang hampir semua kebijakan
pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan
mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa,
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social
desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih
modern.
Karena pada kenyataannya desa
sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh aktor yang
melaksanakan pembangunan di desa tersebut: bisa elite kabupaten, provinsi,
bahkan pusat. Di desa, pembangunan fisik menjadi indikator keberhasilan pembangunan.
Karena itu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan
secara teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan
dengan menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananya pun lebih untuk
pembangunan fisik. Menyimak realitas di atas, memang benar bahwa yang selama
ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan
untuk, dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah
bangsa (nation) bernama Indonesia.
Kalaupun derap pembangunan merupakan
sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika
menerapkan konsep: ”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah
sering dilontarkan oleh banyak kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam buku
yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.
b) Ciri-ciri Masyarakat desa
(karakteristik).
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman
Sumadilaga seorang ahli Sosiologi
“Talcot Parsons” menggambarkan
masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional
(Gemeinschaft) yang mebngenal
ciri-ciri sebagai berikut:
a.Afektifitas
ada hubungannya dengan perasaan
kasih sayang, cinta, kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan
perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita
orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b.Orientasi kolektifsifat ini
merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan ,
tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat,
intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
c.Partikularisme
pada dasarnya adalah semua hal yang
ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah
tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya
berlaku untuk kelompok tertentu saja. (lawannya Universalisme).
d.Askripsi yaitu:
berhubungan dengan mutu atau sifat
khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja,
tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.
(lawanya prestasi).
e.Kekabaran(diffuseness)
Sesuatu yang tidak jelas terutama
dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit.
Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu.
Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa
yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
B. Masyarakat Perkotaan
a) Pengertian Kota
Seperti halnya desa, kota juga
mempunyai pengertian yang bermacam-macam
seperti pendapat beberapa ahli
berikut ini:
I. Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang
cukup besar, padat dan permanen,
dihuni oleh orang-orang yang heterogen
kedudukan sosialnya.
II. Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni
setempatnya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya
di pasar lokal.
III. Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk
sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa pendapat secara umum dapat
dikatakan mempunyani ciri- ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat
dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam
struktur pemerintahan.
Menurut konsep Sosiologik sebagian
Jakarta dapat disebut Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat
individualistik. Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons
mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri:
a. Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat
yang lebih mementingkan Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya
dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukkan
hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya
dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu
disebut netral dalam perasaannya.
b. Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri
harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu
bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu
setiap orang di kota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain,
mereka cenderung untuk individualistik.
c. Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang
berlaku umum, oleh karena itu
pemikiran rasional merupakan dasar
yang sangat penting untuk Universalisme.
d. Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan
dapat menyebabkan orang itu diterima
berdasarkan kepandaian atau keahlian
yang dimilikinya.
e. Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan
sifat Heterogen, artinya terdiri dari
lebih banyak komponen dalam susunan
penduduknya.
b) Ciri-ciri masyarakat Perkotaan
Ada beberapa ciri yang menonjol pada
masyarakat perkotaan, yaitu:
a. Kehidupan keagamaannya berkurang,
kadangkala tidak terlalu dipikirkan
karena memang kehidupan yang
cenderung ke arah keduniaan saja
b. Orang kota pada umumnya dapat
mengurus dirinya sendiri tanpa harus
berdantung pada orang lain
(Individualisme).
c. Pembagian kerja di antara
warga-warga kota juga lebih tegas dan
mempunyai batas-batas yang nyata.
d. Kemungkinan-kemungkinan untuk
mendapatkan pekerjaan juga lebih
banyak diperoleh warga kota.
e. Jalan kehidupan yang cepat di
kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga
pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar
kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
f. Perubahan-perubahan tampak nyata
di kota-kota, sebab kota-kota
biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh
dari luar.
2.2. Perbedaan antara desa dan kota
Dalam masyarakat modern, sering
dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan
(urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak
mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam
masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh
dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada
hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara
masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik
tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi
sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang
dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem
tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai
berikut:
MASYARAKAT PEDESAAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Perilaku homogen Perilaku heterogen Perilaku yang dilandasi oleh konsep
kekeluargaan dan kebersamaan Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaanPerilaku yang berorientasi pada tradisi dan status Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi Isolasi sosial, sehingga statik Mobilitas sosial, sehingga dinamik Kesatuan dan keutuhan kultural Kebauran dan diversifikasi kultural Banyak ritual dan nilai-nilai sakral Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular.
Kolektivisme Individualisme
Warga suatu masyarakat pedesaan
mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka
dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok
atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985),
menjelaskan ciri- ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama,
hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih
memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata,
tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Pekerjaan- pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan
saja.
Golongan orang-orang tua pada
masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta
nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno
(1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya
terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat
dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan
melihat perbedaan-perbedaan yang ada mudah-mudahan akan dapat mengurangi
kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi
masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain:
a) Jumlah dan kepadatan pendudu
b) Lingkungan hidup
c) Mata pencaharian
d) Corak kehidupan social
e) Stratifiksi social
f) Mobilitas social
g) Pola interaksi social
h) Solidaritas social
i) Kedudukan dalam hierarki sistem
administrasi nasiona
2.3. Hubungan Desa-kota, hubungan
pedesaan-perkotaan.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan
bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam
keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat
ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung
pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan pangan seperti beras sayur
mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi
jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota. Misalnya saja buruh bangunan dalam
proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau
jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja-pekerja musiman.
Pada saat musim tanam, mereka sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang
pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota
terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”, dapat diartikan adanya
kawasan perkotaan yang tumpang- tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya
persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan
kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya,
yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi
secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota,
makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan
perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau
paling mempengaruhi desa melalui beberapa cara, seperti:
(i)Ekspansi kota ke desa, atau boleh
dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan
perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan
yang beraneka ragam
(ii) Invasi kota, pembangunan kota
baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah
perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya
diganti dengan perkotaan
(iii) Penetrasi kota ke desa,
masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang
sesungguhnya banyak terjadi
(iv) kooperasi kota-desa, pada
umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat
hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses
sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai
permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam
kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Salah satu bentuk hubungan antara
kota dan desa adalah:
1) Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat
Desa dan Kota yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka
timbulah masalah baru yakni; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya
penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan
proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
2) Sebab-sebab Urbanisasi
1. Faktor-faktor yang mendorong
penduduk desa untuk meninggalkan daerah
kediamannya (Push factors).
2.4. Faktor-faktor yang ada dikota
yang menarik penduduk desa untuk pindah dan
menetap di kota.
Hal–hal yang termasuk “Push Factor”
antara lain:
a. Bertambahnya penduduk sehingga
tidak seimbang dengan persediaan lahan
pertanian.
b. Terdesaknya kerajinan rumah di
desa oleh produk industri modern.
c. Penduduk desa, terutama kaum
muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat
yang ketat sehingga mengakibatkan
suatu cara hidup yang monoton.
d. Didesa tidak banyak kesempatan
untuk menambah ilmu pengetahuan.
e. Kegagalan panen yang disebabkan oleh
berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga
memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
Hal–hal yang termasuk “Pull Factor”
antara lain:
a. Penduduk desa kebanyakan
beranggapan bahwa di kota banyak pekerjaan dan
lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b. Di kota lebih banyak kesempatan
untuk mengembangkan usaha kerajinan
rumah menjadi industri kerajinan.
c. Pendidikan terutama pendidikan
lanjutan, lebih banyak di kota dan lebih
mudah didapat.
d. Kota dianggap mempunyai tingkat
kebudayaan yang lebih tinggi dan
merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e. Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan
diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi
sosial yang rendah ( Soekanti, 1969: 124-125 ).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia menjalani kehidupan di dunia
ini tidaklah bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan
dan pertolongan orang lain, maka dari itu manusia disebut makhluk sosial,
sesuai dengan Firman Allah SWT yang artinya: “Wahai manusia! Sungguh Kami telah
menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal (bersosialisasi).(Al-Hujurat :13 ). Oleh karena itu
kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah pendorong atau sumber kekuatan
untuk mencapai cita- cita kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan di desa
maupun di perkotaan.
Sehubungan dengan itu, barangkali
kita berprasangka atau mengira fenomena-fenomena yang terjadi di atas hanya
terjadi di kota saja, ternyata problem yang tidak jauh beda ada didesa, yang
kita sangka adalah tempat yang aman, tenang dan berakhlak (manusiawi), ternyata
telah tersusupi oleh kehidupan kota yang serba boleh dan bebas itu disatu pihak
masalah urbanisasi menjadi masalah serius bagi kota dan desa, karena masyarakat
desa yang berurbanisasi ke kota menjadi masyarakat marjinal dan bagi desa
pengaruh urbanisasi menjadikan sumber daya manusia yang produktif di desa
menjadi berkurang yang membuat sebuah desa tak maju bahkan cenderung
tertinggal.
B. Saran-saran
Pembangunan Wilayah perkotaan seharusnya
berbanding lurus dengan pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar
terhadap pembangunan kota. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena
adanya problem masalah yang terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang
produktif akibat urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan
paradigma yang sempit bahwa dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi
bahagia dan sejahtera menjadi masalah serius. Problem itu tidak akan menjadi
masalah serius apabila pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan
pembangunan desa tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan di pedesaan
sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan juga menerapkan desentralisasi
otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada seluruh daerah untuk mengembangkan
potensinya menjadi lebih baik, sehingga kota dan desa saling mendukung dalam
segala aspek kehidupan.
Etika adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq);
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai
benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
julita pustika |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar